Sesungguhnya
kemuliaan akhlak itu terwujud dengan memberikan apa yang dipunyai kepada orang
lain, menahan diri sehingga tidak menyakiti, dan menghadapi gangguan atau
tekanan dengan penuh kesabaran. Hal itu akan bisa
digapai dengan membersihkan jiwa dari sifat-sifat rendah lagi tercela dan
menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji. Simpul kemuliaan akhlak itu adalah:
kamu tetap menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu,
memberikan kebaikan kepada orang yang tidak mau berbuat baik kepadamu, dan
memaafkan kesalahan orang lain yang menzalimi dirimu.
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, para
pengikutnya, segenap sahabatnya dan orang-orang yang setia kepadanya. Amma ba’du.
Akhlak
yang mulia memiliki berbagai keutamaan. Ia merupakan bentuk pelaksanaan
perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dengan kemuliaan akhlak seorang akan memperoleh
ketinggian derajat. Dengan sebab kemuliaan akhlak pula berbagai problema akan
menjadi mudah, aib-aib akan tertutupi dan hati manusia akan tunduk dan menyukai
sang pemilik akhlak yang mulia ini. Dengan akhlak yang mulia juga, seorang akan
terbebas dari pengaruh negatif tindakan jelek orang lain. Dia pandai menunaikan
kewajibannya dan melengkapinya dengan hal-hal yang disunnahkan. Sebagaimana ia
akan terjauhkan dari akibat buruk sikap tergesa-gesa dan serampangan. Dengan
akhlak yang mulia pikiran akan tenteram dan kehidupan terasa nikmat.
Tidak
diragukan bahwa mengubah kebiasaan memang perkara yang sangat berat dilakukan
orang. Meskipun demikian, hal itu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dan
mustahil dilakukan. Terdapat banyak jalan dan sarana yang bisa ditempuh oleh
manusia untuk bisa menggapai kemuliaan akhlak. Sebagian di antara jalan-jalan
tersebut adalah:
1. Memiliki Aqidah yang
Selamat
Aqidah
adalah urusan yang sangat agung dan mulia. Perilaku merupakan hasil dari
pikiran dan keyakinan di dalam jiwa. Penyimpangan perilaku biasanya muncul
akibat penyimpangan aqidah. Aqidah itulah iman. Sementara orang yang paling
sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. Apabila aqidah
seseorang baik maka akan baik pula akhlaknya. Sehingga aqidah yang benar akan
menuntun pemiliknya untuk bisa memiliki akhlak yang mulia seperti: berlaku
jujur, dermawan, lemah lembut, berani, dan lain sebagainya. Sebagaimana
kemuliaan akhlak juga akan menghalangi dirinya dari melakukan perilaku-perilaku
yang jelek seperti; berdusta, bakhil (pelit), bertindak bodoh, serampangan, dan
lain sebagainya.
2. Senantiasa Berdoa
Memohon Akhlak Mulia
Doa
merupakan pintu (kebaikan) yang sangat agung. Apabila pintu ini telah dibukakan
untuk seorang hamba maka berbagai kebaikan pasti akan dia dapatkan dan
keberkahan akan tercurah kepadanya. Barangsiapa yang ingin memiliki kemuliaan
akhlak dan terbebas dari akhlak yang jelek hendaknya dia mengembalikan
urusannya kepada Rabbnya. Hendaknya dia ‘menengadahkan telapak tangannya’
dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada-Nya agar Allah melimpahkan
kepadanya akhlak yang mulia dan menyingkirkan akhlak-akhlak yang buruk darinya.
Oleh karena itulah Nabi ‘alaihish
shalatu was salam adalah orang yang sangat banyak memohon kepada
Rabbnya untuk mengaruniakan kepada beliau kemuliaan akhlak. Beliau biasa
memanjatkan permohonan di dalam doa istiftah, “Ya Allah tunjukkanlah aku kepada akhlak mulia. Tidak
ada yang bisa menunjukkan kepada kemuliaan itu kecuali Engkau. Dan
singkirkanlah akhlak yang jelek dari diriku. Tidak ada yang bisa menyingkirkan
kejelekan akhlak itu kecuali Engkau.” (HR. Muslim: 771).
Salah
satu doa yang beliau ucapkan juga, “Ya
Allah, jauhkanlah dari diriku kemungkaran dalam akhlak, hawa nafsu, amal, dan
penyakit.” (HR. Al Hakim [1/532] dan disahihkan olehnya serta
disepakati Adz Dzahabi).
Beliau
juga berdoa, “Ya Allah,
aku berlindung kepada-Mu dari sikap lemah, kemalasan, sifat pengecut, pikun,
sifat pelit. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan
dan kematian.” (HR. Bukhari
[7/159] dan Muslim [2706]).
3. Bersungguh-Sungguh/Mujahadah Dalam
Memperbaiki Diri
Kesungguh-sungguhan
akan banyak berguna di dalam upaya untuk mendapatkan hal ini. Sebab kemuliaan
akhlak tergolong hidayah yang akan diperoleh oleh seseorang dengan jalan
bersungguh-sungguh dalam mendapatkannya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman
yang artinya, “Orang-orang
yang bersungguh-sungguh di jalan Kami maka akan Kami mudahkan untuknya
jalan-jalan menuju keridhaan Kami. Dan sesungguhnya Allah pasti bersama
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69).
Barangsiapa
yang bersungguh-sungguh menundukkan hawa nafsunya untuk bisa berhias diri
dengan sifat-sifat keutamaan, serta menundukkannya untuk menyingkirkan
akhlak-akhlak yang tercela niscaya dia akan mendapatkan banyak kebaikan dan
akan tersingkir darinya kejelekan-kejelekan. Akhlak ada yang didapatkan secara
bawaan dan ada pula yang dimiliki setelah melatih diri dan membiasakannya. Mujahadah tidaklah
cukup sekali atau dua kali, namun ia harus dilakukan sepanjang hayat hingga
menjelang kematiannya. Allah tabaraka
wa ta’ala berfirman yang artinya, “Sembahlah Rabbmu hingga datang kematian kepadamu.”
(QS. Al Hijr: 99).
4. Introspeksi/Muhasabah
Yakni
dengan cara mengoreksi diri ketika melakukan akhlak yang tercela dan melatih
diri agar tidak terjerumus kembali dalam perilaku akhlak yang tercela itu.
Namun hendaknya tidak terlalu berlebihan dalam mengintrospeksi karena hal itu
akan menimbulkan patah semangat.
5. Merenungkan Dampak
Positif Akhlak yang Mulia
Sesungguhnya
memikirkan dampak positif dan akibat baik dari segala sesuatu akan memunculkan
motivasi yang sangat kuat untuk melakukan dan mewujudkannya. Maka setiap kali
hawa nafsu mulai terasa sulit untuk ditundukkan hendaknya ia mengingat-ingat
dampak positif tersebut. Hendaknya dia mengingat betapa indah buah dari
kesabaran, niscaya pada saat itu nafsunya akan kembali tunduk dan kembali ke
jalur ketaatan dengan lapang. Sebab apabila seseorang menginginkan kemuliaan
akhlak dan dia menyadari bahwa hal itu merupakan sesuatu yang paling berharga
dan perbendaharaan yang paling mahal bagi jiwa manusia niscaya akan terasa
mudah baginya untuk menggapainya.
6. Memikirkan Dampak
Buruk Akhlak yang Jelek
Yaitu
dengan memperhatikan baik-baik dampak negatif yang timbul akibat akhlak yang
jelek berupa penyesalan yang terus menerus, kesedihan yang berkepanjangan, rasa
tidak senang di hati orang lain kepadanya. Dengan demikian seorang akan
terdorong untuk mengurangi perilakunya yang buruk dan terpacu untuk memiliki
akhlak yang mulia.
7. Tidak Putus Asa untuk
Memperbaiki Diri
Sebagian
orang yang berakhlak jelek mengira bahwa perilakunya sudah tidak mungkin untuk
diperbaiki dan mustahil untuk diubah. Sebagian orang ketika berusaha sekali
atau beberapa kali untuk memperbaiki dirinya namun menjumpai kegagalan maka dia
pun berputus asa. Hingga akhirnya dia tidak mau lagi memperbaiki dirinya.
Sikap semacam ini benar-benar tidak layak dimiliki seorang muslim. Dia tidak
boleh barang sedikit pun merasa senang dengan kehinaan yang sedang dialaminya
lantas tidak mau lagi menempa diri karena menurutnya perubahan keadaan
merupakan sesuatu yang mustahil terjadi pada dirinya. Namun semestinya dia
memperkuat tekad dan terus berupaya untuk menyempurnakan diri, dan bersungguh-sungguh
dalam mengikis aib-aib dirinya. Betapa banyak orang yang berhasil berubah
keadaan dirinya, jiwanya menjadi mulia, dan aib-aibnya lambat laun menghilang
akibat keseriusannya dalam menempa diri dan kesungguhannya dalam menaklukkan
tabiat buruknya.
8. Memiliki Cita-Cita
yang Tinggi
Cita-cita
tinggi akan melahirkan kesungguhan, memompa semangat untuk maju dan tidak mau
tercecer di barisan orang-orang yang rendah dan hina. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang memiliki cita-cita
yang tinggi dan jiwanya memiliki kekhusyukan maka dia telah memiliki (sumber)
segala akhlak mulia. Sedangkan orang yang rendah cita-citanya dan hawa nafsunya
telah melampaui batas maka itu artinya dia telah bersifat dengan setiap akhlak
yang rendah dan tercela.” Jiwa-jiwa yang mulia tidak
merasa ridha kecuali terhadap perkara-perkara yang mulia, tinggi, dan baik
dampaknya. Sedangkan jiwa-jiwa yang kerdil dan hina menyukai perkara-perkara
yang rendah dan kotor sebagaimana halnya seekor lalat yang senang hinggap di barang-barang
yang kotor. Jiwa-jiwa yang mulia tidak akan merasa ridha terhadap kezaliman,
perbuatan keji, mencuri, demikian pula tindakan pengkhianatan, sebab jiwanya
lebih agung dan lebih mulia daripada harus melakukan itu semua. Sedangkan
jiwa-jiwa yang hina justru memiliki karakter yang bertolak belakang dengan
sifat-sifat yang mulia itu.
9. Bersabar
Sabar
merupakan fondasi bangunan kemuliaan akhlak. Kesabaran akan melahirkan
ketabahan, menahan amarah, tidak menyakiti, kelemah-lembutan dan tidak tergesa-gesa,
dan tidak suka bersikap kasar.
10. Menjaga Kehormatan/Iffah
Sifat
ini akan membawa pelakunya untuk senantiasa menjauhi perkara-perkara yang
rendah dan buruk, baik yang berupa ucapan ataupun perbuatan. Dia akan memiliki
rasa malu yang itu merupakan sumber segala kebaikan. Sikap ini akan mencegah
dari melakukan perbuatan keji, bakhil, dusta, ghibah maupun namimah/adu domba.
11. Keberanian
Hal ini
akan membawa pelakunya untuk memiliki jiwa yang tangguh dan mulia. Selain itu
keberanian akan menuntun untuk senantiasa mengutamakan akhlak mulia, berusaha
untuk mengerahkan kebaikan yang bisa dilakukannya dalam rangka memberikan
manfaat kepada orang lain. Keberanian juga akan menggembleng jiwa untuk rela
meninggalkan sesuatu yang disukai dan menyingkirkannya. Keberanian akan
menuntun kepada sifat suka menahan amarah dan berlaku lembut.
12. Bersikap Adil
Sikap
adil akan menuntun kepada ketepatan perilaku. Tidak melampaui batas dan tidak meremehkan. Adil akan
melahirkan kedermawanan yang berada di antara sikap boros dan pelit. Adil akan
melahirkan sikap tawadhu’
(rendah hati) yang berada di antara sikap rendah diri dan kesombongan. Adil
juga akan melahirkan sikap berani yang berada di antara sikap pengecut dan
serampangan. Adil pun akan melahirkan kelemah-lembutan yang berada di antara
sikap suka marah dengan sifat hina dan menjatuhkan harga diri.
13. Bersikap Ramah dan
Menjauhi Bermuka Masam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Senyummu
kepada saudaramu (sesama muslim) adalah sedekah untukmu.” (HR. Tirmidzi,
disahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah: 272).
Beliau
juga bersabda, “Janganlah
kamu meremehkan kebaikan meskipun ringan. Walaupun hanya dengan berwajah yang
ramah ketika bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim).
Senyuman
akan mencairkan suasana dan meringankan beban pikiran. Orang yang murah senyum
akan ringan dalam menunaikan tanggung jawabnya. Kesulitan baginya merupakan
tantangan yang harus dihadapi dengan tenang dan pikiran positif. Berbeda dengan
orang yang suka bermuka masam. Dia akan menghadapi segala sesuatu dengan penuh
kerepotan dan pandangan yang sempit. Apabila menemui kesulitan maka nyalinya
mengecil dan semangatnya menurun. Akhirnya dia mencela kondisi yang ada dan
merasa tidak puas dengan ketentuan (takdir) Allah lantas dia pun melarikan diri
dari kenyataan.
14. Mudah Memaafkan
Mudah
memaafkan dan mengabaikan ketidaksantunan orang lain merupakan akhlak
orang-orang besar dan mulia. Sikap inilah yang akan melestarikan rasa cinta dan
kasih sayang dalam pergaulan. Sikap inilah yang akan bisa memadamkan api
permusuhan dan kebencian. Inilah bukti ketinggian budi pekerti seseorang dan
sikap yang akan senantiasa mengangkat kedudukannya.
15. Tidak Mudah
Melampiaskan Amarah
Hilm atau tidak suka marah
merupakan akhlak yang sangat mulia. Akhlak yang harus dimiliki oleh setiap
orang yang memiliki akal pikiran. Dengan akhlak inilah kehormatan diri akan
terpelihara, badan akan terjaga dari gangguan orang lain, dan sanjungan akan
mengalir atas kemuliaan perilakunya. Hakikat dari hilm adalah
kemampuan mengendalikan diri ketika keinginan untuk melampiaskan kemarahan
bergejolak. Bukanlah artinya seorang yang memiliki sifat ini sama sekali tidak
pernah marah. Namun tatkala perkara yang memicu kemarahannya terjadi maka ia
bisa menguasai dirinya dan meredakan emosinya dengan sikap yang bijaksana.
16. Meninggalkan
Orang-Orang Bodoh
Berpaling
dari tindakan orang-orang jahil akan menyelamatkan harga diri dan menjaga
kehormatan. Jiwanya akan menjadi tenang dan telinganya akan terbebas dari
mendengarkan hal-hal yang menyakitkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Berikanlah maaf, perintahkan yang
ma’ruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS.
Al A’raaf: 199).
Orang
Arab mengatakan, “Menjauhi
kejelekan adalah bagian dari upaya untuk mencari kebaikan.”
17. Tidak Suka Mencela
Hal ini
menunjukkan kemuliaan diri seseorang dan ketinggian cita-citanya. Sebagaimana
yang dikatakan oleh orang-orang bijak, “Kemuliaan
diri yaitu ketika kamu dapat menanggung hal-hal yang tidak menyenangkanmu
sebagaimana kamu sanggup menghadapi hal-hal yang memuliakanmu.”
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang pergi
berangkat ke masjid pada waktu menjelang subuh (waktu sahur, suasana masih
gelap). Ketika itu dia berangkat dengan disertai seorang pengawal. Ketika
melewati suatu jalan mereka berdua berpapasan dengan seorang lelaki yang tidur
di tengah jalan, sehingga Umar pun terpeleset karena tersandung tubuhnya. Maka lelaki itu pun berkata kepada Umar, “Kamu
ini orang gila ya?”. Umar pun menjawab, “Bukan.” Maka sang pengawal
pun merasa geram terhadap sang lelaki. Lantas Umar berkata kepadanya, “Ada
apa memangnya! Dia hanya bertanya kepadaku, ‘Apakah kamu gila?’ lalu kujawab
bahwa aku bukan orang gila.”
18. Mengabaikan Orang
yang Berbuat Jelek Kepada Kita
Orang
yang suka menyakiti tidak perlu ditanggapi. Ini merupakan bukti kemuliaan
pribadi dan ketinggian harga diri. Suatu ketika ada orang yang mencaci maki Al
Ahnaf bin Qais berulang-ulang namun sama sekali tidak digubris olehnya. Maka si
pencela mengatakan, “Demi Allah, tidak ada yang menghalanginya untuk
membalas celaanku selain kehinaan diriku dalam pandangannya.”
19. Melupakan Kelakuan
Orang Lain yang Menyakiti Dirinya
Yaitu
dengan cara anda melupakan orang lain yang pernah melakukan perbuatan buruk
kepada anda. Agar hati anda menjadi bersih dan tidak
gelisah karena ulahnya. Orang yang terus mengingat-ingat perbuatan jelek
saudaranya kepada dirinya maka kecintaan dirinya kepada saudaranya tidak akan
bisa bersih (dari kepentingan dunia). Orang yang senantiasa mengenang kejelekan
orang lain kepada dirinya niscaya tidak akan bisa merasakan kenikmatan hidup
bersama mereka.
20. Mudah Memberikan Maaf
dan Membalas Kejelekan Dengan Kebaikan
Hal ini
merupakan sebab untuk meraih kedudukan yang tinggi dan derajat yang mulia.
Dengan sikap inilah akan didapatkan ketenangan hati, manisnya iman, dan
kemuliaan diri. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah
Allah akan menambahkan kepada seorang hamba dengan sifat pemaaf yang
dimilikinya kecuali kemuliaan.” (HR. Muslim).
Ibnul
Qayyim menceritakan, “Tidaklah aku melihat orang yang lebih bisa
memadukan sifat-sifat ini -berakhlak mulia, pemaaf, dan suka berbuat baik
kepada orang lain- daripada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah
menyucikan ruhnya- ketika itu sebagian para sahabatnya yang senior mengatakan,
‘Aku sangat ingin bersikap kepada para sahabatku sebagaimana beliau bersikap
kepada musuh-musuhnya.’ Aku tidak pernah melihat beliau mendoakan kejelekan
kepada salah seorang di antara musuhnya itu. Bahkan beliau biasa mendoakan
kebaikan bagi mereka.”
21. Dermawan
Kedermawanan
merupakan sifat yang dicintai dan terpuji. Sebagaimana sifat bakhil (pelit) adalah
sifat yang tercela dan mengundang kebencian orang lain. Sifat dermawan akan
menumbuhkan kecintaan dan menyingkirkan permusuhan. Dengan sifat itulah nama
baik akan terjaga dan aib-aib akan tertutupi. Apabila seseorang telah menghiasi
dirinya dengan sifat dermawan maka akan sucilah jiwanya. Dengan demikian akan
mengangkat dirinya untuk bisa menggapai kemuliaan akhlak, keutamaan yang
tinggi. Maka orang yang dermawan amat sangat dekat dengan segala kebaikan dan
kebajikan.
22. Melupakan Perbuatan
Baiknya Kepada Orang Lain
Ini merupakan tingkatan yang tinggi serta mulia. Yaitu
dengan cara melupakan kebaikan yang pernah anda lakukan kepada orang lain
hingga sepertinya hal itu tidak pernah anda lakukan. Barangsiapa yang ingin
meraih kemuliaan akhlak hendaknya dia berusaha melupakan kebaikan yang pernah
dilakukannya kepada orang lain. Hal itu supaya dia terbebas dari perasaan
berjasa dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Dan
juga supaya dia semakin meningkat menuju kemuliaan akhlak yang lebih tinggi
lagi.
23. Merasa Senang Dengan
Perlakuan Baik Orang Lain Meski Hanya Sedikit
Yaitu
dengan menerima kebaikan orang lain meskipun hanya sepele. Dan tidak menuntut
mereka untuk membalas kebaikannya dengan persis serupa. Sehingga dia tidak akan
menyulitkan orang lain. Allah ta’ala
berfirman yang artinya, “Berikanlah
maaf, perintahkanlah yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
(QS. Al-A’raaf: 199).
Abdullah
bin Az-Zubair mengatakan, “Allah memerintahkan Nabinya untuk suka
memberikan maaf dan toleransi terhadap kekurangan akhlak orang lain.”
24. Mengharapkan Pahala
Dari Allah
Perkara
ini merupakan salah satu sebab utama untuk bisa menggapai akhlak yang mulia.
Dengan hal ini orang akan mudah untuk bersabar, beramal dengan sungguh-sungguh,
dan tabah dalam menghadapi gangguan orang lain. Apabila seorang muslim meyakini
bahwa Allah pasti akan membalas kebaikan akhlaknya, niscaya dia akan
bersemangat untuk memiliki akhlak-akhlak yang mulia, dan rintangan yang
dijumpainya akan terasa ringan.
25. Menjauhi Sebab-Sebab
Marah
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu
‘anhu, suatu ketika ada seorang lelaki yang datang menemui
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah! Berikanlah
wasiat kepadaku.” Maka beliau mengatakan,
“Jangan marah!.” (HR. Bukhari)
26. Menjauhi Perdebatan
Perdebatan
akan memunculkan permusuhan serta menyisakan perpecahan. Bahkan perdebatan juga
terkadang menyebabkan kedustaan. Kalaupun memang terpaksa harus berdebat maka
hendaknya berdebat dengan cara yang santun serta didasari niat untuk mencari
kebenaran dan menggunakan cara yang lebih baik dan lebih lembut. Allah
berfirman yang artinya, “Dan
debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. An-Nahl:
125).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Aku
menjamin sebuah rumah di surga bagian bawah bagi orang yang meninggalkan
perdebatan meskipun dia berada di pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah
rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan
bergurau. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga yang tinggi bagi orang yang
berakhlak baik.” (HR. Abu Dawud)
27. Saling Menasihati
Agar Berakhlak Baik
Yaitu
dengan mengingat-ingat keutamaan akhlak mulia dan memberikan peringatan keras
dari keburukan akhlak. Dan juga memberikan nasihat kepada orang yang berakhlak
buruk agar menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia
termasuk kebenaran yang harus dipesankan kepada yang lain. Allah ta’ala berfirman yang
artinya, “Dan mereka
saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.”
(QS. Al-’Ashr: 3).
28. Menerima Nasihat yang
Sopan dan Kritikan yang Membangun
Hal ini
termasuk sebab yang dapat memudahkan untuk bisa memiliki akhlak yang mulia dan
mengikis akhlak yang jelek. Bagi orang yang diberi nasihat maka hendaknya dia
menerimanya dengan lapang dada. Bahkan sudah semestinya bagi orang-orang yang
merindukan kesempurnaan -apalagi yang berkedudukan sebagai pemimpin- untuk
meminta saran kepada orang-orang tertentu yang dia percayai untuk mengetahui
dan mengoreksi kesalahan dan kekurangan dirinya. Dan hendaknya dia menyambut
nasihat dan koreksi yang mereka berikan dengan perasaan senang dan gembira.
29. Menunaikan Tugasnya
Dengan Sebaik-Baiknya
Dengan
melakukan yang demikian dia akan terbebas dari celaan dan kehinaan diri akibat
suka mencari-cari alasan demi menutupi kekeliruannya.
30. Mengakui Kesalahan
Ini
merupakan salah satu ciri akhlak yang mulia dan karakter orang yang memiliki
cita-cita yang tinggi. Dengan mengakui kesalahan maka dirinya akan bersih dari
tindakan dusta dan suka mengobarkan pertikaian. Karena itulah mengakui
kesalahan adalah sebuah keutamaan yang akan mengangkat derajat pelakunya.
31. Senantiasa Bersikap
Lemah Lembut dan Tidak Tergesa-Gesa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya
kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan pasti akan memperindahnya. Dan
tidaklah dia dicabut dari sesuatu melainkan dia akan memperburuknya.”
(HR. Muslim).
Beliau
juga bersabda, “Sesungguhnya
Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
32. Rendah hati
Kerendahan
hati merupakan tanda kebesaran jiwa seseorang, cita-citanya yang tinggi dan
merupakan jalan untuk menggapai kemuliaan-kemuliaan. Hal itu merupakan akhlak
yang akan mengangkat kedudukan pemiliknya dan membuahkan keridaan orang-orang
yang baik dan memiliki keutamaan kepada dirinya. Sehingga hal itu akan
memudahkan dan memotivasi dirinya untuk bisa mengambil pelajaran dari siapapun.
Dan sifat itulah yang akan menghalangi dirinya dari karakter sombong dan tinggi
hati.
33. Mudarah/bersikap ramah
Umat
manusia diciptakan untuk berkumpul bukan untuk saling mengasingkan diri. Mereka
diciptakan untuk saling mengenal bukan untuk saling memusuhi. Dan mereka juga
diciptakan untuk saling menolong bukan untuk mengurusi segala keperluan
hidupnya sendirian. Salah satu kebijaksanaan aturan Allah yang dapat menjaga
manusia dari sikap saling memutuskan hubungan dan kasih sayang adalah adanya ajaran
mudarah
yaitu menyikap orang dengan tetap ramah dan sopan. Karena mudarah akan menumbuhkan
kedekatan dan kecintaan. Dengannya pendapat yang saling berseberangan akan bisa
disatukan dan hati yang saling menjauhi bisa direkatkan. Bentuk mudarah ialah dengan
menjumpai orang dalam kondisi yang baik, ucapan yang lembut serta menjauhi
sebab-sebab terpicunya kemarahan dan kebencian kecuali dalam kondisi-kondisi
tertentu yang menuntut hal itu memang harus ditampakkan. Di antara bentuk mudarah yaitu anda
bersikap ramah dan mau duduk bersama orang yang sebenarnya anda musuhi, anda
berbicara dengannya dengan santun dan menghormati keberadaannya. Bahkan
terkadang dengan mudarah
itulah permusuhan akan padam dan berubah menjadi persahabatan. Al-Hasan
mengatakan, “Pertanyaan yang bagus adalah separuh ilmu. Bersikap mudarah kepada orang
lain adalah separuh akal…”
34. Jujur
Kejujuran
akan mengantarkan kepada kemuliaan dan membebaskan manusia dari nistanya
kedustaan. Selain itu kejujuran pula akan membentengi dirinya dari kejelekan
orang lain kepadanya. Sebagaimana ia akan membuatnya memiliki harga diri dan
kewibawaan yang tinggi, keberanian dan percaya diri. Sesungguhnya dengan kejujuran
itulah orang akan terbimbing menuju kebaikan dan salah satu bentuk kebaikan itu
adalah akhlak yang mulia.
35. Menjauhi Sikap
Terlalu Banyak Mencela Orang yang Berbuat Jelek
Sudah
selayaknya orang yang berakal menjauhi sikap berlebihan dalam mencaci orang
lain yang berlaku buruk kepadanya. Apalagi
jika dia adalah orang yang masih belum mengerti apa-apa. Atau dia adalah orang
yang jarang sekali berbuat jelek. Terlalu banyak mencaci akan mengobarkan
kemarahan dan mengeraskan tabiat. Orang yang pandai tentu tidak akan mudah
mencela setiap kali saudaranya melakukan kekeliruan baik yang kecil ataupun
besar. Bahkan sudah semestinya dia mencari alasan untuk bisa memaklumi dan
menutupi aibnya tersebut. Kalaupun memang ada sebab yang mengharuskan celaan maka
hendaknya dia mencela dengan cara yang baik dan lembut.
36.
Tidak Suka Mencaci Maki Orang Lain
Sikap suka mencaci orang akan memicu permusuhan dan
membuat gelisah hati dan pikiran. Dan secara otomatis akhlaknya akan memburuk
akibat kebiasaan yang dilakukannya itu.
37.
Memposisikan Diri Sebagaimana Lawannya
Dengan pandangan seperti ini maka kita akan mudah
memberikan toleransi atas kesalahan orang lain, sehingga kita akan lebih kuat
menahan luapan amarah, dan jauh dari berprasangka buruk kepadanya. Hendaknya
kita menyikapi orang lain sebagaimana sikap yang kita sukai dilakukan oleh
orang lain kepada kita.
38. Menjadikan Orang Lain
Sebagai Cerminan Bagi Dirinya Sendiri
Hal ini
sangat layak untuk dilakukan oleh setiap individu. Segala ucapan dan perbuatan
yang tidak disukainya dari orang lain maka hendaknya dia jauhi. Dan apa saja
yang disukainya dari perkara-perkara itu hendaknya dia lakukan.
39. Bersahabat Dengan
Orang Baik-Baik yang Berakhlak Mulia
Hal ini
termasuk sebab terbesar yang akan bisa menempa seseorang agar bisa berakhlak
mulia. Persahabatan banyak memberikan pengaruh kepada diri seseorang. Maka
sudah semestinya setiap orang mencari teman yang baik dan dapat membantu
dirinya dalam berbuat kebaikan dan menghalanginya dari kejelekan.
40. Sering-Sering
Mengunjungi Orang yang Berakhlak Mulia
Diriwayatkan
dari Al-Ahnaf bin Qais, dia mengatakan, “Dahulu kami bolak-balik mengunjungi
Qais bin ‘Ashim dalam rangka mempelajari sikap lembut (hilm) sebagaimana halnya
kami belajar ilmu fikih.” Walaupun bisa jadi orang yang berakhlak mulia itu
bukan orang yang berilmu tinggi dan hanya orang biasa saja, hendaknya sering
mengunjunginya untuk mempelajari akhlaknya.
41.
Memetik Pelajaran dari Orang-Orang yang Bergaul Dengannya
Orang yang memiliki ketajaman berpikir dan cita-cita
yang mulia tentunya selalu berusaha untuk bisa memetik pelajaran dari setiap
orang yang bergaul dengannya. Banyak orang yang dapat mempelajari tentang
bagaimana seharusnya menjaga kehormatan dan berakhlak mulia ketika dia
menjumpai orang-orang yang justru memiliki perilaku yang buruk dan tercela.
Bahkan terkadang orang akan bisa belajar dari perilaku hewan yang dilihatnya.
42.
Melatih Diri untuk Tetap Bersikap Adil Ketika Mengalami Sesuatu yang
Menyenangkan
Sudah semestinya bagi orang yang berakal dan
mendambakan akhlak yang mulia untuk berusaha untuk tetap bersikap adil dalam
kondisi senang maupun susah. Sebab salah satu adab yang harus dipunyai oleh
orang yang terhormat adalah senantiasa berbuat adil dalam kondisi senang
ataupun susah.
43. Memahami Kondisi
Orang Lain dan Menyesuaikan Dengan Akal Mereka
Hal ini
merupakan bukti kecermatan orang dalam menilai dan mengatur urusan yang
dihadapinya. Dan hal ini juga menunjukkan tentang baiknya sikap yang dia tempuh
dalam memilih sarana kebaikan yang dia gunakan. Dengan sikap semacam ini maka
seorang akan mudah menggapai keluhuran akhlak dan akan disenangi oleh orang
lain. Manusia yang dihadapi itu beraneka ragam, oleh sebab itu masing-masing
perlu disikapi dengan sikap yang tepat dan sesuai dengan kondisi orang yang
bersangkutan. Tentu saja dengan batasan, selama hal itu tidak menyebabkan
kebenaran dicampakkan dan kebatilan dipertahankan.
44.
Menjaga Adab Berbicara dan Adab Majelis
Di
antara adab yang harus diperhatikan adalah mendengarkan dengan baik ketika
orang lain berbicara. Jangan memotong pembicaraannya sebelum selesai, langsung
mendustakannya, atau meremehkannya, atau terburu-buru melengkapi ucapannya yang
dianggap kurang sempurna. Selain itu hendaknya juga dijauhi membicarakan
tentang diri sendiri dalam rangka membangga-banggakan dirinya di hadapan orang.
Hendaknya juga tidak mudah-mudah melontarkan komentar terhadap pembicaraan
orang lain. Atau memberikan celaan secara merata kepada setiap orang. Atau
mengulang-ulang pembicaraan tanpa ada faktor yang menuntut hal itu harus
dilakukan. Termasuk sikap yang harus dijauhi adalah bertanya berlebihan atau
terlalu berdalam-dalam dalam menanyakan suatu perkara tanpa keperluan. Selain
itu hendaknya berbicara dengan menyesuaikan kondisi atau konteks pembicaraan.
Hendaknya bersikap rendah hati terhadap orang yang diajak bicara. Begitu pula
hendaknya mengucapkan salam ketika masuk ke dalam majelis atau ketika
meninggalkannya. Tidak menyuruh orang lain yang sedang duduk untuk berdiri
kemudian dia duduk di tempat tersebut. Tidak duduk di antara dua orang yang
berdekatan kecuali dengan izin keduanya. Dan adab-adab yang lainnya.
45. Menjaga Shalat
Memelihara
shalat adalah sebab yang sangat agung untuk menggapai akhlak yang mulia, wajah
yang berseri-seri dan jiwa yang tenang serta akan menjauhkan dari sifat-sifat
rendah dan hina. Sebagaimana shalat juga dapat menghalangi pelakunya dari
melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Dengan melakukan shalat secara benar
maka akhlak yang buruk akan dapat dikendalikan. Shalat akan dapat menyembuhkan
penyakit-penyakit hati semacam: pelit, dengki, suka mengeluh dan mencela, dan
lain sebagainya.
46. Berpuasa
Melakukan
puasa akan menyucikan jiwa. Puasa akan memperbaiki perilaku. Puasa akan
menumbuhkan berbagai akhlak yang mulia dan terpuji semacam: penyayang,
dermawan, suka berbuat baik, menyambung persaudaraan, bermuka ramah, dan lain
sebagainya. Puasa akan meningkatkan cita-cita di dalam hati dan mengokohkan
tekad serta mewujudkan ketenteraman. Puasa merupakan ajang untuk melatih diri
menanggung sesuatu yang tidak disenangi oleh nafsu. Sebuah media untuk
memanajemen diri. Puasa juga akan menggerakkan diri menuju kebaikan dan
mengekang pelakunya dari perbuatan buruk.
47. Membaca Al-Qur’an
Dengan Merenungkan Isinya
Al-Qur’an
mengandung petunjuk dan cahaya. Ia merupakan pedoman akhlak yang paling utama.
Ia akan menuntun kepada kebenaran dan kebaikan. Kemuliaan akhlak merupakan
bagian dari kebaikan yang ditunjukkan oleh al-Qur’an. Bahkan di dalamnya
terdapat ayat yang merangkum berbagai macam akhlak yang mulia yaitu firman-Nya
yang artinya, “Jadilah
pemaaf, perintahkan yang ma’ruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 199).
Al-Qur’an akan mendorong jiwa manusia untuk memiliki berbagai sifat
kesempurnaan dan mengisinya dengan cita-cita yang agung.
48. Menyucikan Jiwa
Dengan Melakukan Ketaatan
Menyucikan
jiwa dengan senantiasa melakukan ketaatan kepada Allah adalah sarana terbesar
untuk meraih akhlak yang mulia. Allah berfirman yang artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yang
membersihkan jiwanya.” (QS. Asy-Syams: 9).
49. Senantiasa Menyimpan
Rasa Malu
Rasa
malu akan menjaga diri agar tidak melakukan perbuatan buruk dan mendorongnya
untuk senantiasa melakukan kebaikan. Apabila seseorang menghiasi diri dengan
sifat ini maka dia akan terpacu untuk meraih keutamaan-keutamaan dan terhambat
dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan hina. Rasa malu akan senantiasa
melahirkan kebaikan. Ia merupakan bagian penting dari keimanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Rasa malu tidaklah
memunculkan kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Beliau
juga menyatakan, “Rasa
malu adalah cabang keimanan.” (HR. Ibnu Majah).
Beliau
juga bersabda, “Salah
satu ucapan pertama kali yang diperoleh manusia dari ajaran para nabi terdahulu
adalah jika kamu tidak malu berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
50. Menebarkan Salam
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Kalian
tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman
(dengan sempurna) kecuali kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada
kalian, sesuatu yang apabila kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai,
yaitu sebarkanlah salam di antara sesama kalian.” (HR. Muslim).
Umar bin
Khattab mengatakan, “Salah satu sebab yang akan memurnikan rasa suka
saudaramu kepadamu ialah kamu selalu berusaha memulai mengucapkan salam
kepadanya apabila bersua. Hendaknya kamu memanggilnya dengan panggilan yang
paling disukai olehnya. Kamu lapangkan tempat duduk untuk menyambut kehadirannya.”
51. Selalu Memperhatikan
Perjalanan Hidup Nabi
Kisah
perjalanan hidup Nabi akan menyajikan di hadapan pembacanya suatu gambaran yang
indah mengenai petunjuk yang paling baik dan akhlak yang paling mulia untuk
diterapkan oleh segenap umat manusia.
52. Selalu Memperhatikan
Perjalanan Hidup Para Sahabat
Para sahabat adalah orang-orang
yang mewarisi petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan juga akhlaknya. Dengan melihat kisah
perjalanan hidup mereka akan dapat memacu jiwa untuk meneladani dan meniru
kebaikan-kebaikan mereka.
53. Membaca Sejarah Hidup
Orang-Orang yang Memiliki Keutamaan
Betapa
sering orang terpacu dan bertekad kuat untuk memperbaiki akhlaknya karena
membaca teladan perjalanan hidup orang-orang yang mulia. Karena dengan membaca
biografi dan kisah perjalanan hidup mereka akan menggerakkan jiwa untuk meniru
dan meneladani kebaikan mereka.
54. Membaca Buku-Buku
Tentang Sifat-Sifat Baik dan Akhlak
Dengan
membaca buku-buku semacam itu maka orang akan selalu teringat dan terpacu untuk
berakhlak mulia. Begitu pula sebaliknya, dia akan berusaha untuk menjauhi
akhlak-akhlak yang tercela. Buku-buku seperti ini banyak sekali, di antaranya
adalah:
1. Syama’il Muhammadiyah karya
At-Tirmidzi
2. Kitab Adab yang ada di dalam kitab-kitab
Sahih dan Sunan
3. Adabu Dunya wa Din karya
Al-Mawardi
4. Raudhatul ‘Uqala’ wa Nuzhatul Fudhala’ karya Ibnu Hiban. Dan lain-lain
55.
Membaca Kata-Kata Bijak dari Ulama Terdahulu
Hikmah/kata-kata bijak adalah ucapan yang diriwayatkan
dari ulama terdahulu, singkat akan tetapi membawa pengaruh yang dalam.
Kata-kata bijak (hikmah) akan mendorong untuk berakhlak yang mulia dan
memandunya dalam melangkah. Qais bin ‘Ashim suatu ketika pernah ditanya, “Apa
yang mendorong kaummu menjadikanmu sebagai pemimpin?”. Beliau menjawab,
“Karena tidak suka menyakiti, suka memberi, dan berjuang membela
(agama) Allah.”
56. Mengenal Ungkapan dan
Perumpamaan yang Indah
Ungkapan
dan perumpamaan-perumpamaan yang indah memiliki pengaruh kuat terhadap jiwa
manusia. Ia akan membangkitkan semangat untuk beramal dan memperhalus
perilakunya. Perumpamaan tidak susah untuk dihafal dan mudah untuk dipahami. Ia mudah untuk diselipkan dalam suasana
serius dengan sedikit bercanda. Dengan kata-kata yang ringkas orang lain akan
mudah mengambil pelajaran dan terpacu untuk memperbaiki diri.
[Diangkat dari Al
Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin
Ibrahim Al Hamd]
Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush shalihaat
Selesai disarikan dari teks aslinya, Yogyakarta 17
Sya’ban 1429 H
***
No comments:
Post a Comment