Thursday, November 28, 2013

Akhlak Dalam Hidup


A.   Pengertian Akhlak
Akhlak adalah sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata akhlak berasal dari Bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam Al Qur'an. Kebanyakan kata akhlak dijumpai dalam hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum dalam surat al Qalam ayat 4:

"Wa innaka la'ala khuluqin 'adzim", yang artinya:
Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung.

Sedangkan hadis yang sangat populer menyebut akhlak adalah hadis riwayat Malik, Innama bu'itstu liutammima makarima al akhlagi, yang artinya:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad).
“Seorang Mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya (akhlaknya)” HR. Turmudzi

Perjalanan keilmuan selanjutnya kemudian mengenal istilah-istilah adab (tatakrama), etika, moral, karakter disamping kata akhlak itu sendiri, dan masing-masing mempunyai definisi yang berbeda.

Menurut Imam Gazali, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin dimana dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung resikonya (al khuluqu haiatun rasikhotun tashduru 'anha al afal bi suhulatin wa yusrin min ghoiri hqjatin act_ fikrin wa ruwiyyatin.

Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang berbicara tentang baik dan buruk dari suatu perbuatan. Dari definisi itu maka dapat difahami bahwa istilah 17.

Akhlak adalah netral, artinya ada akhlak yang terpuji (al akhlaq al mahmudah) dan ada akhlak yang tercela (al akhlaq al mazmumah). Ketika berbicara tentang nilai baik buruk maka muncullah persoalan tentang konsep baik buruk. Dari sinilah kemudian terjadi perbedaan konsep antara akhlak dengan etika.



B.  Akhlak Kepada Allah

1.  PENGERTIAN AKHLAK KEPADA ALLAH SWT      

      Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Dan sebagai titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya (Quraish Shihab).


2.  ALASAN BERAKHLAK KEPADA ALLAH SWT

Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah:

-Pertama, karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :

فلينظرالانسان مم خلق(٥) خلق من ماء دافق(٦) يخرج من بين الصلب والترائب(٧)
(
الطار ق : 0-٧)

Artinya :
(5) "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?,
(6). Dia tercipta dari air yang terpancar,
(7). yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada. (at-Tariq:5-7)


-Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
 
والله اخرجكم من بطون امها تكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والا بصار والا فئدة لعلكم تشكرون ( النحل : ٧٨)

Artinya:
"Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur. ( Q.S an-Nahal : 78)

-Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13.

 
الله الذي سخرلكم البحر لتجري الفلك فيه بامره ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون (١٢)
 
و سخرلكم ما في السموات وما في الارض جميعا منه ان في ذلك لايت لقوم يتفكرون
(
الجا ثية: ١٢-١٣)

Artinya:
(12) "Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.
(13), "Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berpikir.(Q.S al-Jatsiyah :12-13 ).

-Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa' ayat, 70.

ولقد كرمنا بني ادم وحملنهم في البر والبحر ورزقنهم من طيبت وفضلنهم على كثيرممن خلقنا تفضيلا (الاسراء٧٠)

Artinya: 
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S al-Israa : 70).
3  MACAM-MACAM AKHLAK KEPADA ALLAH SWT
DAN PELAKSANAANNYA DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI

a.  Cinta dan ridha kepada Allah SWT.
Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada yang dicintainya dengan penuh semangat dan kasih saying. Bagi seorang mukmin sejati cinta pertama dan utama adalah cinta kepada Allah swt. Allah lebih dicintai dari segalanya.
Ridha adalah menerima dengan sepenuh hati tanpa penolakan sedikitpun segala sesuatu yang dating dari Allah swt, baik berupa perintah, larangan, ataupun petunjuk-petunjuk-Nya dengan senang hati.
Dengan cinta kita mendapatkan ridhaNya dan dengan bersikap ridha terhadap apa yang Allah swt berikan/tentukan kita mengharapkan cintaNya.

b.  Berbaik sangka kepada Allah SWT.
c.  Rela terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT.
d.  Bersyukur atas nikmat Allah SWT.
e.  Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.
f.  Senantiasa mengingat Allah SWT.
g.  Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.
h.  Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.
i. Taubat kepada Allah swt

      Salah satu perilaku atau tindakan yang mendasari akhlak kepada Pencipta adalah Taubat.Taubat secara bahasa berarti kembali pada kebenaran.Secara istilah adalah meninggalkan sifat dan kelakuan yang tidak baik,salah atau dosa dengan penuh penyesalan dan berniat serta berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa.Dengan kata lain,taubat mengandung arti kembali kepada sikap,perbuatan atau pendirian yang baik dan benar serta menyesali perbuatan dosa yang sudah terlanjur dikerjakan.




C. Akhlak Kepada Rasul

      Disamping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus berakhlak kepada Rasulullah Saw, meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah Swt membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah melakukannya.


1. Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul
     
      Iman kepada Rasul Saw merupakan salah satu bagian dari rukun iman. Keimanan akan terasa menjadi nikmat dan lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam keimanan sehingga membuktikan konsekuensi iman merupakan sesuatu yang menjadi kebutuhan. Karenanya membuktikan keimanan dengan amal yang shaleh merupakan bukan suatu beban yang memberatkan, begitulah memang bila sudah ridha. Ridha dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadits Nabi Saw:



“Aku ridha kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majah).


2. Mencintai dan Memuliakan Rasul

      Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah yang artinya:

“Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dasn (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik .“ (QS 9:24).

      Disamping itu, manakala seseorang yang telah mengaku beriman tapi lebih mencintai yang lain selain Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah Saw tidak mau mengakuinya sebagai orang yang beriman, beliau bersabda:

      “Tidak beriman seseorang diantara kamu sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan semua manusia.” (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa’i).


3. Mengikuti dan Mentaati Rasul

      Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul, bahkan Allah Swt akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya:

      “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS 4:69).

      Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul Saw, Allah Swt akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah manakala kita melakukan kesalahan, Allah berfirman yang artinya: Katakanlah:

      “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 3:31)

      Oleh karena itu, dengan izin Allah Swt, Rasulullah Saw diutus memang untuk ditaati, Allah Swt berfirman yang artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah” (QS 4:64).

      Manakala manusia telah menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan mentaatinya, maka ketaatan itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti dua sisi mata uang yang tidak boleh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS 4:80).
4. Mengucapkan Shawalat dan Salam Kepada Rasul

      Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada Nabi, inilah salah satu makna dari firman Allah yang artinya:

      “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS 33:56).

      Adapun, bila kita bershalawat kepada Nabi hal itu justeru akan membawa keberuntungan bagi kita sendiri, hal ini disabdakan oleh Rasul Saw:

      “Barangsiapa bershalawat untukku satu kali, maka dengan shalawatnya itu Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Ahmad).

      Manakala seseorang telah menunjukkan akhlaknya kepada Nabi dengan banyak mengucapkan shalawat, maka orang tersebut akan dinyatakan oleh Rasul Saw sebagai orang yang paling utama kepadanya pada hari kiamat, beliau bersabda:

      “Sesungguhnya orang yang paling utama kepadaku nanti pada hari kiamat adalah siapa yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi).

      Adapun orang yang tidak mau bershalawat kepada Rasul dianggap sebagai orang yang kikir atau bakhil, hal ini dinyatakan oleh Rasul Saw:

      “Yang benar-benar bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku dihadapannya, ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).

5. Menghidupkan Sunnah Rasul

      Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda:

      “Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku.” (HR. Hakim).

      Selain itu, Rasul Saw juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bid’ah dengan segala bahayanya, beliau bersabda:

      “Sesungguhnya, siapa yang hidup sesudahku, akan terjadi banyak pertentangan. Oleh karena itu,. Kamu semua agar berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para penggantiku. Berpegang teguhlah kepada petunjuk-petunjuk tersebut dan waspadalah kamu kepada sesuatu yang baru, karena setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim, Baihaki dan Tirmidzi).

      Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah Saw.





6. Menghormati Pewaris Rasul

      Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.

      “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS 35:28).

Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan oleh Rasulullah Saw:

      “Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmui kepada mereka, maka barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil mbagian yang besar.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

      Karena ulama disebut pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak hanya memahami tentang seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama yang berarti tidak ada kewajiban kita untuk menghormatinya.


7. Melanjutkan Misi Rasul

      Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh Rasul Saw:

      ”Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).

      Demikian beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.















D. Akhlak terhadap orang tua

     Orang tua adalah penyebab perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga banyaknya., plus berbagi rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.

       Dengan demikian, menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali dari jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik. Sebab, seandainya seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk allah mempunyai peranan yang sangat besar, tentunya siapa tahu pula bagaimana harus berbuat baik kepada orang yang semestinya diperlakukan dengan baik., bersikap mulia terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai kebaikan yang tak mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang\orang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.


1. Kewajiban Kepada Ibu

      Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disanping dusaha ibu. Kalau mulai menganduna sampai masa muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada tugas ayah.

      Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang bisa dikerjakan oleh seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya. Walaupun bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang tua.


2. Berbuat Baik Kepada Ibu dan Ayah, Walaupun Keduanya lalim

      Seorang anak menusut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, allah tidak meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya.

      Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan aniaya kepada ananya. Kalaulah itu terjadi penaniayaan kepada orang tua kepada anaknya adalah disebakan perbuatan si anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan aniayanya orang tua kepada anaknya. Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marh kepada anaknya dan berbuat aniaya sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, allah pun tidak meridhai si anak tersebut lantaran orang tua.


3. Berkata Halus Dan Mulia Kepada Ibu Dan Ayah

Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak. Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si anakpun akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah ditiru adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut ajaran islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata mulia.

4. Berbuat Baik Kepada Ibu Dan Ayah Yang Sudah Meninggal Dunia

      Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal ini menurut tuntunan ajaran islam sebagaimana yang disiarkan oleh rasulullah dari Abu usaid yang artinya:

      ”kami pernah berada pada suatu majelis bersama nabi, seorang bertanya kepada rasulullah: wahai rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku. “rasulullah bersabda: ”ya, ada empat hal :mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua.”

      Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau itu sudah tiada yaitu:

    Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada allah dari segala dosa orang tua
      kita.

    Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang,
      maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik haj,
      yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya menunaikan haji orang tua tersebut.

    Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah mempunyai teman
      akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam bermasyarakat. Maka untuk
      berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang telah tiada, selain tersebut di atas, kita harus
      memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.

    Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang tua. Maka
      terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka hal itu termasuk
      berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal dunia.


      Tetapi bagaimana jikalau kita ingin berbuat baik kepada ibu dan ayah serta patuh terhadapnya,
      terkadang perintah yang di berikannya tidak sesuai dengan ketentuan islam.




Adapun cara menghadapi perintah kedua orang tua yang bertentanga dengan ajaran islam:

    Jika suatu saat kamu disuruh berbohong oleh ibu atau ayah, sebaiknya katakan kepada keduanya
      bahwasanya allah melihat kita.

    Jangan sekali-kali membantah perintah orang tua dengan nada kesal dan ngotot, sebab tidak akan
      mambuahkan hasil. Akan tetapi hadapi dengan tenang dan penuh keyakinan dan percaya diri.

    Ayah dan ibu itu manusia biasa yang tak luput dari kesalaha dan kekurangan. Jangan posisikan kedua
      orang tua seperti nabi yang tak pernah berbuat salah. Maafkan mereka, bila kita anggap cara dan
      perintah orang tua bertentangan dari hati nurani atau nilai-nilai yang kamu yakini kebenarannya.


Akhlak Anak Terhadap Orang Tua menurut Syekh Nawawi Al-Bantani

      Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu-bapak. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji, cara berbakti dan sopan santun kepada orang tua ialah melaksanakan segala perintahnya dengan melakukan hal-hal sebagaimana Syeikh Nawawi sebutkan dalam kitab Maroqil ‘Ubudiyah bahwa akhlak anak terhadap orang tua adalah sebagai berikut:

      Mematuhi perintahnya selama perintah itu bukan dalam mendurhakai Allah. Tidak berjalan didepan keduanya, tetapi disamping atau dibelakangnya. Jika ia berjalan didepannya karena sesuatu hal, maka tidaklah mengapa ketika itu. Menjawab panggilan mereka dengan jawaban yang lunak.
Berusahalah keras untuk mencari keridhaan kedua orang tua dengan perkataan dan perbuatan.
Bersikaplah rendah hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua seperti melayani mereka, menyuapi makan dengannya bila keduanya tidak mampu dan mengutamakan keduanya diatas diri dan anak-anaknya. Janganlah bermuka cemberut kepada keduanya. Janganlah bepergian, kecuali dengan izin keduanya.
 .
      Selain dalam kitab Marokil ‘Ubudiyah Syeikh Nawawi juga menerangkan dalam kitab Tafsir al-Munir mengenai akhlak anak terhadap orang tua yang terdapat dalam surat al-isro’, ayat 23-25 bahwasannya Allah menegaskan agar kita sebagai manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya saja. Karena manusia diciptakan Allah sebagai hamba sehingga diperintahkan Allah untuk selalu beribadah kepadanya dimanapun dan kapanpun berada.

















E. Akhlak terhadap Lingkungan

      Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.

      Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.

      Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

      Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.

      Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, "Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri."

      Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.

      Karena itu dalam Al-Quran surat Al-An'am (6): 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya --seperti ditulis Al-Qurthubi (W. 671 H) di dalam tafsirnya-- "Tidak boleh diperlakukan secara aniaya."

      Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk Al-Quran yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itu pun harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar.

      Apa saja yang kamu tebang dari pohon (kurma) atau kamu biarkan tumbuh, berdiri di atas pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah ... (QS Al-Hasyr [59]: 5).

      Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apa pun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan. "Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin sepoi yang berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggungjawaban manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfatannya", demikian kandungan penjelasan Nabi saw tentang firman-Nya dalam Al-Quran surat At-Takatsur (102): 8 yang berbunyi, "Kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggungjawabkan nikmat (yang kamu peroleh)." Dengan demikian bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di sekitar manusia.
Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada di antara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yang ditentukan (QS Al-Ahqaf [46]: 3).

     
      Pernyataan Tuhan ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja, melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Memang, istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam. Istilah itu muncul dari pandangan mitos Yunani.

      Yang menundukkan alam menurut Al-Quran adalah Allah. Manusia tidak sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.

      Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu (QS Az-Zukhruf [43]: 13)

      Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat bersahabat.

      Al-Quran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi Muhammad saw yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad saw bahkan memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak bernyawa. "Nama" memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.

      Nabi Muhammad saw telah mengajarkan : "Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan baik."

      Di samping prinsip kekhalifahan yang disebutkan di atas, masih ada lagi prinsip taskhir, yang berarti penundukan. Namun dapat juga berarti "perendahan". Firman Allah yang menggunakan akar kata itu dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 11 adalah

      “Janganlah ada satu kaum yang merendahkan kaum yang lain.” (QS. Al-Hujurat ayat 11)

      “Dan Dia (Allah) menundukkan untuk kamu; semua yang ada di langit dan di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya.” (QS Al-Jatsiyah [45]: 13).

      Ini berarti bahwa alam raya telah ditundukkan Allah untuk manusia. Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Manusia dalam hal ini dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apa pun asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya diridhoi Allah SWT, sesuai dengan kaidah kebenaran dan keadilan.

      Akhirnya kita dapat mengakhiri uraian ini dengan menyatakan bahwa keberagamaan seseorang diukur dari akhlaknya. Nabi bersabda : "Agama adalah hubungan interaksi yang baik."

      Beliau juga bersabda: "Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang mukmin
pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur. (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi). 





F.   Akhlak kepada Sesama Muslim

      Mengenai hubungan dengan sesama muslim, maka tidak terlepas dengan tetangga, famili atau kerabat, teman, rekan kerja maupun masyarakat muslim. Kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya ada 6, sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Abu Hurairah, yang artinya : “ Rosulullah bersabda: kewajiban seorang terhadap muslim ada 6. Sahabat bertanya “ apakah itu, wahai Rasululloh? Rasululloh bersabda : “ Apabila engkau berjumpa dengannya ; apabila ia mengundang engkau, hendaklah engkau menepatinya; apabila ia meminta nasihat kepada engkau engkau menasehatinya; apabila ia bersin kemudian ia mengucapkan hamdallah hendaklah engkau ucapkan tasymith ( yarhamukallah / yarhamukillah ); apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya; dan apabila ia meninggal dunia hendaklah melayatnya dan mengantarkan kepemakamannya.

      Dari arti hadits diatas, dapat disimpulkan dengan jelas bahwa 6 kewajiban muslim kepada muslim lainnya yaitu:

1)      Mengucapkan salam ketika berjumpa.
2)      Memenuhi undangannya.
3)      Menasehati jika diminta.
4)      Mengucapkan Tasymith jika ia bersin, lalu ia mengucapkan hamdallah.
5)      Menjenguknya bila ia sakit.
6)      Melayat dan mengantarkan jenazahnya sampai kepemakaman jika ia meninggal dunia.

Sesama muslim juga diwajibkan untuk saling tolong menolong, yakni tolong menolong dalam hal kebaikan dan takwa kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2:

      “Dan bertolonglah kalian dalam ( mengerjakan ) kebajikan dan taqwa, janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran / permusuhan.

      Kewajiban tolong menolong bukan hanya dari segi moril, melainkan juga dalam segi materi, yang bersifat kebutuhan pokok manusia yang bersifat daruri ( yang tidak boleh tidak ) untuk menjaga kelestarian hidup manusia.

      Sesama muslim juga diwajibkan untuk saling menasehati dalam hal kebenaran dan dengan kesabaran. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al- Ashr ayat 1-3:

      Demi masa, sesungguhnya manusia itu sungguh dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan nasehat menasehati dengan kebenaran dan nasehat menasehati dengan kesabaran.













G.   Akhlak Kepada Non Muslim

      Didalam al-Qur’an terdapat beberapa teks yang mendukung sikap positif, netral, maupun negatif terhadap pemeluk agama lain.

1)   Sikap Positif
      Ada ayat Al-Qur’anyang menyiratkan bahwa ajaran agama –agama pada dasarnya sama dan bahwa
      kaum muslimin seharusnya tidak membeda-bedakan ajaran para Rasul, yakni surat An-Nahl : 36 yang
      artinya:

      “ Sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan, “ sembahlah Allah dan jauhilah Taghut.”

      Demikian pula surat Al-Baqarah : 285 yang artinya :

“..... kami tidak membeda-bedakan seorangpun dari rasul-rasul Nya.”
         Dinyatakan pula dalam surat Al-Hajj : 40 mengenai tempat-tempat ibadah dari agama-agama yang berbeda-beda, banyak disebut nama Allah.

2)   Sikap Netral
      Pernyataan  yang netral seperti pernyatan bahwa masing-mansing akan berbuat sesuai dengan apa yang sesuai dengannya, bahwa masi ng-masing mendapatkan balasan sesuai dengan agamanya dan bahwa bentuk lahiriah agama rasul-rasul Alloh dapat berbeda-beda. Hal demikian dilukiskan dalam firman-Nya:

       Katakanlah, “ Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” Maka, Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. ( Surat Al-Isra’:48 )

Dan surat Al-Kafirun : 1-6 , yang juga mengajarkan tentang prinsip toleransi-toleransi beragama.
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. ( Surat Al-Kafirun: 6 )

3)   Sikap Negatif ( Bermusuhan )
     
      Pernyataannya yang bersikap bermusuhan semisal ayat yang menyatakan bahwa orang yahudi dan Nasrani tak akan puas sebelum Muhammad mengikuti agama mereka . kemudian ayat yang menyatakan bahwa kaum muslimin seharusnya memerangi orang-orang yang tidak beriman dan ahli kitab.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. ( surah Al-Baqarah )

      Perangilah orang-oreang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar, yaitu orang-orang yang diberi kitab, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedangkan mereka dalam keadaan menunduk.

      Akhlak kepada muslim juga dapat dipraktekkan kepada non muslim, asalkan tidak dalam hal peribadatan atau keagamaan. Dari berbagai penjelasan diatas jelaslah bahwa agama islam melalui Al_-Qur’an mengajarkan prinsip-prinsip akhlak yang menyeluruh, yang dipraktekkan didalam mewujudkan hubungan kerjasama diantara anggota masyarakat manusia secara luas, baik hubungan dibidang materiil, jasa atau yang laindengan pendekatan yang saling berkait, yang akan dapat memperkuat ikatan satu sama lain, sehingga terciptalah satu kesatuan, meskipun suku , agama, warna kulit, atau bahkan banngsa yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

-Djatnika, Rachmat.1996.Sistem Etika Islam ( Akhlak Mulia ).jakarta : Pustaka Panjimas.
-Charisma, Moh.Chazdiq.1991.Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an.Surabaya:Bina Ilmu.
-Drs. H. Ambo Asse, M.Ag. 2003. Al-Akhlak al-Karimah Dar al-Hikmah wa al-Ulum.Makassar:
Berkah Utami.
-http://www.eramuslim.com/peradaban/pemikiran-islam/drs-h-ahmad-yani-ketua-lppd-khairu-ummah-akhlak-kepada-rasul.htm#.Ubz2Doag-d9





No comments:

Post a Comment